Kota Pangkalpinang

Mengenal Apa Itu Frambusia, Gejala, dan Cara Mengobatinya

0

Frambusia merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan penanggulangan secara terus menerus, efektif, dan efisien

Apa itu Frambusia?

FRAMBUSIA atau dalam bahasa daerah lainnya patek, puru, buba, pian, parangi, ambalo adalah penyakit menular langsung antar manusia yang disebabkan oleh infeksi kronis bakteri Treponema Pertenue yang hidup di daerah tropis dan pada umumnya terlihat sebagai lesi pada kulit serta dapat menyebabkan cacat pada tulang.

Penanggulangan Frambusia adalah upaya kesehatan yang ditujukan untuk memutus mata rantai penularan serta menghilangkan angka kesakitan dan kecacatan.

Frambusia merupakan penyakit tropis yang termasuk ke dalam kelompok penyakit tropis terabaikan (Neglected Tropical Diseases). Bakteri Frambusia berbentuk spiral dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan metode fluoresensi. Penularannya melalui lalat atau melalui kontak langsung dari cairan luka penderita ke orang yang mempunyai kulit yang luka atau tidak utuh.

Penyakit Frambusia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Indonesia merupakan satu-satunya negara di regional Asia Tenggara yang melaporkan adanya kasus Frambusia berdasarkan laporan WHO tahun 2012. Pada tahun 2014, dilaporkan adanya 1.521 kasus Frambusia di Indonesia, terutama di Provinsi Banten, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Hasil survei serologi tahun 2012 di beberapa kabupaten/kota, menunjukkan prevalensi Frambusia berkisar antara 20–120 per 100.000 penduduk usia 1–15 tahun. Beberapa daerah yang mempunyai riwayat endemis Frambusia, seperti Provinsi Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, tidak melaporkan adanya Frambusia, tetapi belum dapat dipastikan sebagaiwilayah bebas penularan Frambusia.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan Frambusia antara lain:

  1. Lingkungan kumuh, hangat dan lembab. Penularan tinggi pada musim penghujan
  2. Jarang mandi
  3. Bergantian menggunakan pakaian yang sama dengan orang lain atau jarang berganti pakaian
  4. Luka terbuka atau adanya penyakit kulit seperti kudis, bisul, dapat menjadi tempat masuk bakteri Frambusia

GEJALA

Gejala pada tahap awal biasanya akan muncul setelah sekitar dua hingga empat minggu, atau hingga 90 hari setelahnya. Setelah penderita terinfeksi, gejala yang muncul, seperti: Muncul benjolan yang mirip dengan rasberi di area kulit yang terinfeksi Muncul rasa gatal yang tidak kunjung hilang bahkan hingga berbulan-bulan Rasa gatal yang menjalar ke area badan yang lainnya yang tidak terinfeksi

Sedangkan gejala pada tahap lanjutan biasanya Dapat mengenai telapak tangan dan kaki, sendi, tulang sehingga dapat menyebabkan kecacatan. Serta dapat menimbulkan keropos, benjolan pada sendi, kelainan tulang, seperti pedang, benjolan di tulang, dan penebalan, pecah-pecah, nyeri pada telapak tangan/kaki.

CARA PENULARAN

  • Kontak langsung kulit-kulit melalui cairan eksudat
  • Bakteri tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi masuk melalui luka lecet, goresan, atau luka infeksi kulit lain
  • Kontak melalui lalat, alat rumah tangga, keluarga
  • ASI dari ibu ke anak

CARA PENGOBATAN / PENANGGULANGAN

Dalam upaya Eradikasi Frambusia, strategi utama yang harus dilakukan adalah intensifikasi penemuan kasus Frambusia dan pelaporan setiap kasus Frambusia yang ditemukan ke dinas kesehatan kabupaten/kota sesegera mungkin. Pada desa pasca POPM total penduduk, apabila kemudian ditemukan
kasus Frambusia konfirmasi, maka segera dilakukan upaya penghentian penularan Frambusia dengan metode POPM kasus dan kontak. Pemberian obat pencegahan massal total penduduk atau disebut
POPM total penduduk adalah memberikan obat pencegahan kepada semua penduduk di desa endemis secara serentak (total penduduk) diikuti dengan intensifikasi surveilans serta POPM kasus dan kontak agar mata rantai penularan Frambusia dapat dihentikan di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.

Obat yang digunakan dalam POPM Frambusia adalah Azitromisin dosis tunggal. Bentuk sediaan berupa sirup kering, tablet, atau kaplet. Obat dapat diberikan pada saat perut kosong (1 (satu) jam sebelum makan) atau 2 (dua) jam sesudah makan. Namun, untuk meminimalkan efek mual sebaiknya diberikan
setelah makan. Cara pemberian obatnya, yaitu Obat Azitromisin diberikan per oral,

Apabila terjadi reaksi alergi terhadap azitromisin, maka obat alternatif lain dapat diberikan, Pada daerah yang dilakukan kegiatan POPM Kontak Kasus setelah POPM total penduduk tidak tersedia obat Azitromisin, maka dapat digunakan obat lain sesuai rekomendasi ahli. Obat Azitromisin diberikan dengan dosis 30 mg/kg berat badan (maksimum 2 gram) atau dosis menurut umur (dosis tunggal). Obat harus diminum di depan petugas. (humpro)

sumber : Permenkes Nomor 8 tahun 2017 tentang Eradikasi Frambusia

Leave A Reply

Your email address will not be published.